Beranda | Artikel
Keutamaan Mempelajari Asma wa Shifat
Jumat, 11 September 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Keutamaan Mempelajari Asma’ wa Shifat adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah Tentang Nama-Nama Allah dan Sifat-SifatNya. Kajian ini disampaikan pada Jum’at, 23 Al-Muharram 1442 H / 11 September 2020 M.

Kajian Tentang Keutamaan Mempelajari Asma’ wa Shifat

Kalau selama ini kita sering mempelajari tauhid uluhiyah, tentang ibadah dan keutamaannya, disiplin ilmu fiqih dan keutamaannya, ilmu hadits dan keutamaannya, tafsir dan keutamaannya, kaidah-kaidah fiqih dan ushul fiqih, maka sudah seyogyanya kita juga menjelaskan tentang keutamaan ilmu ini.

Lihat juga: Tauhid Asma’ wa Sifat oleh Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-‘Abbad Al-Badr

Pertama, agar kita memahami kedudukan ilmu tentang nama-nama Allah dan sifatNya atau tauhid asma’ wa shifat. Ini akan semakin menanamkan kecintaan dan kesungguhan untuk memahaminya.

Yang kedua, agar memahami bahwa permasalahan ini bukan pemasaran yang sulit. Ini adalah pembahasan yang sejalan dan sesuai dengan fitrah. Bahkan ini merupakan gizi atau suplemen hati, makanan jiwa, sumber kebahagiaan, dan landasan kemuliaan. Mustahil jika kondisinya seperti itu lalu hal ini menjadi permasalahan yang sulit. Munculnya persepsi yang negatif sampai-sampai sebagian mengatakan bahwa pembahasan tentang sifat-sifat jangan disuguhkan atau jangan menjadi materi umum kajian di jamaah-jamaah, mereka tidak paham, berat, buka ringan, ini kata mereka.

Subhanallah. Ini permasalahan yang sangat simpel sebenarnya, permasalahan yang sangat ringan. Tatkala seseorang mempelajari, memahami, meyakini, pasrah dan berserah diri kepada Allah dan RasulNya, selesai masalah. Tiada lain yang dia baca dan yang dia pelajari kecuali hanya yang tertera dalam Al-Qur’an dan hadits. Karena sumbernya hanya satu, yaitu wahyu. Dan wahyu telah jelas.

Persepsi negatif terhadap ilmu asma’ wa shifat tersebut atau aqidah secara umum adalah tatkala mempelajari ilmu tersebut tidak lagi merujuk kepada wahyu, tapi yang menjadi sumber utama adalah akal. Dari situ munculnya persepsi negatif tadi, dari situ munculnya kekeliruan dalam memahami pembahasan yang mulia ini. Dengan berbagai istilah-istilah yang tidak bisa dipahami, karena istilahnya sudah multi penafsiran, kalimat-kalimat yang global yang mencakup berbagai makna. Maka apa yang terjadi? Kesesatan dan kebingungan. Sampai-sampai mereka bingung tidak tahu dimana Allah yang mereka ibadahi. Ini adalah kebingungan dalam beraqidah dan kegoncangan dalam berpikir.

Jika para Nabi, terutama Rasul kita yang mulia, kemudian manusia mulia setelah mereka (sahabat Rasul), tidak ada yang bingung dalam hal ini. Hari demi hari iman mereka semakin bertambah. Mereka membaca Al-Qur’an dari Al-Fatihah sampai An-Naas, tidak satu puntimbul masalah dalam hal ini. Karena mereka sungguh mengikuti dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah.

Ikuti apa yang telah diwahyukan kepada kalian, kalau kalian berselisih tentang masalah -apapun masalahnya- kembalikan kepada RasulNya. Itu konsep hidup mereka, maka tidak ada yang kebingungan. Mereka yakin seyakin-yakinnya, tidak ada yang bermasalah dalam hal ini, tidak ada yang memiliki persepsi yang negatif.

Mereka paham bahwa iman kepada Allah adalah meyakini Allah sebagai sang pencipta (rububiyah), meyakini bahwa hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak diibadah. Mereka yakin bahwa Rabb yang menciptakan tadi, Rabb yang diibadahi, Rabb Yang Maha Agung, Yang Maha Mulia, oleh karena itu Dia memiliki sifat dan nama yang menunjukkan keagungannya sehingga Dia berhak untuk diibadahi. Tidak ada keraguan di kalangan para sahabat tentang hal itu dan tidak ada yang mempermasalahkan.

Tatkala muncul orang-orang filsafat mengkaji permasalahan agama ini, secara khusus ushuluddin yang mereka istilahkan sebagai perkara teologi, pokok-pokok agama, aqidah. Ushul yang dipahami bukan ushul aqidah Ahlus Sunnah, tapi prinsip-prinsip teori filsafat dan ahlul kalam, pemikiran-pemikiran sekte yang menyimpang dalam Islam, itu yang diadopsi dan digabungkan. Sehingga yang terjadi adalah kebingungan. Karena mustahil akal bisa sampai memahami permasalahan-permasalahan yang ghaib seperti itu.

Intinya pernyataan-pernyataan yang muncul dari sebagian tokoh yang sibuk dengan berceramah kesana-sini dan diikuti oleh sekian banyak followernya di dunia maya sehingga muncul pernyataan-pernyataan dari aqidah sampai mengingkari tidak tahu dimana Allah dan mengingkari sifat-sifat Allah, munculnya dari sini. Pernyataan itu hanya sebagai pola pikir dan konsep yang diikuti di dalam  memahami bab ini secara khusus.

Jadi ini yang perlu diselesaikan terlebih dahulu. Landasannya ini.

Tatkala seseorang telah memiliki persepsi bahwa ini harus ditakwil, sifat-sifat Allah ini  mutasyabih (tidak jelas maknanya), untuk bisa selamat haruslah ditakwil. Ini persepsi negatif karena ada teori-teori filsafat tadi. Tapi kalau dia kembali kepada Al-Qur’an, bahwa Allah mengatakan: “Tidak ada yang serupa dengan Allah” lalu dia mengagungkan Allah dan menerima apa yang datang dari Allah, pasrah, istislam, selesai masalahnya.

Allah yang mengatakan dan menetapkan untuk diri-Nya, bukan Anda. Anda berbicara tentang siapa? Pembahasan kita bukan bebicara tentang makhluk, tapi kita berbicara tentang sang pencipta yang menciptakan seluruh makhluk ini. Dan akal yang sehat memahami, jelas tidak sama antara Allah dengan makhluk.

أَفَمَن يَخْلُقُ كَمَن لَّا يَخْلُقُ ۗ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ ﴿١٧﴾

Apakah sang pencipta sama dengan yang diciptakan?” (QS. An-Nahl[16]: 17)

Maka tatkala teori-teori yang kita pahami dalam membahas keilmuan yang berkaitan dengan makhluk kita gunakan sebagai standar untuk membahas pembahasan tentang Allah, tentu keliru. Teorinya tidak sama. Sama saja tatkala berbicara tentang kedokteran tapi teori ekonomi yang digunakan, tentu tidak nyambung. Atau berbicara tentang masalah ekonomi tapi menggunakan teori kesehatan. Seperti itulah orang yang berbicara tentang Allah tapi yang digunakan adalah logika dan apa yang dia pahami dengan yang berkaitan dengan manusia.

Makanya Allah mengetakan:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ

Ini adalah sesuatu yang jelas!

Berarti tatkala kita berbicara, konsepnya, teorinya dan landasannya bukan seperti yang kita pahami dari berbagai teori dan konsep yang berkaitan dengan manusia. Tapi sesuai dengan kaidah dan landasan yang dijelaskan oleh Allah tentang diriNya.

Dimana kita dapatkan hal itu? Tentu melalui membaca Al-Qur’an, mambaca hadits Nabi, dipelajari apa yang Rasul sampaikan kepada kepada sahabat. Dan hal itu Alhamdulillah telah dibubukan oleh para ulama, ditulis bagaimana aqidah tersebut. Kalau itu jalannya, maka akan selamat.

Inilah yang menjadi permasalahan. Oleh karena itu kalau terjadi perdebatan tentang masalah tauhid asma’ wa shifat, itu munculnya karena adanya ahlul kalam yang mereka mengatakan Ahlus Sunnah juga.

Oleh karena itu, ini pembahasan yang sungguh kalau kita pahami dengan cara yang benar, ini adalah kemuliaan. Pengetahuan tentang hal itu merupakan surga dunia. Maka sebagian ulama salaf mengatakan:

مساكين أهل الدنيا خرجوا منها وما ذاقوا أطيب ما فيها

“Sungguh miskin dari ahli dunia, mereka meninggalkan dunia tapi tidak pernah merasakan satu yang paling manis di kehidupan dunia ini.”

Ketika ditanya apa kenikmatan yang paling lezat di dunia ini, mereka menjawab:

ذكر الله معرفته ومحبته

“Dzikir kepada Allah, mengenal Allah, dan cinta kepada Allah.”

Betul apa yang disampaikan salah seorang ulama salaf tadi. Manusia banyak meninggalkan dunia ini dalam keadaan miskin, tidak pernah merasakan sesuatu yang paling lezat di dunia ini, tidak pernah masuk ke surga dunia. Sebagian mengatakan:

إنّ في الدّنيا لجنّة من لم يدخلها لم يدخل جنّة الآخرة

“Di dunia ini ada taman surga. Siapa yang tidak masuk ke dalamnya, maka dia tidak masuk ke dalam surga akhirat.”

Maksudnya surga apa? Yaitu surga yang bersemi di dalam jiwa seorang hamba, keimanan kepada Allah, dzikrullah, ma’rifatullah, mahabbatullah, ta’dzimullah, itu surganya ahlul iman di dunia ini. Itu yang dirasakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, itu yang dirasakan oleh para sahabat beliau, itu yang dirasakan orang-orang shalih, para ulama, juga dirasakan oleh orang-orang yang bertakwa dan takut kepada Allah.

Makanya Allah menjelaskan:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّـهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

Sesungguhnya yang takut kepada Allah hanyalah para ulama.” (QS. Fatir[35]: 28)

Hal ini karena mereka yang mengetahui, mereka berilmu tentang Allah dan berilmu tentang hukum Allah.

Diantara hal yang menjelaskan keutamaan tauhid asma’ wa shifat adalah bahwa mempelajari tauhid asma’ wa shifat ini merupakan perkara yang paling utama. Ini adalah pembahasan fiqih yang paling besar, pembahasan ilmu yang paling utama.

Pembahasan aqidah secara umum adalah Fiqhul Akbar, ini adalah dasar. Ada pembahasan tentang ibadah, itu adalah bangunan pengamalan yang dilandasi oleh keimanan kepada Allah dan rukun iman yang lainnya, ini merupakan Fiqhul Asghar. Fiqhul Asghar ini bukan berarti permasalahan yang ringan, tapi bila dibandingkan antara aqidah dengan masalah amaliyah ibadah, tentunya permasalahan aqidah lebih utama. Aqidah adalah pondasi, iman kepada Allah.

Maka di dalam hadits kita sering mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, Allah akan membimbing dia untuk menjadi orang yang berilmu terhadap agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Tentunya yang paling utama masuk ke dalam makna  الفقه في الدِّين adalah mengenal Allah. Dan mustahil seseorang bisa mengenal Allah kalau tidak mengenal nama-nama dan sifat-sifatNya.

Ini asas, ini landasan iman kepada Allah. Kita mengetahui iman kepada Allah adalah rukun yang pertama. Semua rukun-rukun yang lain dibangun diatas iman kepada Allah.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajiannya.

Download MP3 Kajian Tentang Keutamaan Mempelajari Asma’ wa Shifat

Untuk mp3 kajian yang lain: silahkan kunjungi mp3.radiorodja.com


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/49012-keutamaan-mempelajari-asma-wa-shifat/